Sunday, July 30, 2017

Baptis menurut saya

Di dalam kehidupan beragama orang Kristen dewasa ini, terdapat beberapa fenomena yang menurut saya "unik", karena pada masa sebelumnya, problematika (kalau mau disebut problematika) seperti ini, sebenarnya tidak ada. Tapi di masa modern ini, hal-hal di bawah ini diterima sebagai hal yang jamak dan lumrah dalam kehidupan orang Kristen.

Yang pertama, soal baptis ulang/rededikasi. Buat saya, selama baptisan sudah terpenuhi unsur forma (dilakukan dengan air) dan materia (rumusan nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus) maka buat saya, baptisan itu sudah sah. Namun, ada beberapa gereja yang tidak mengakui "baptis percik", dan mewajibkan orang-orang yang telah dibaptis percik tersebut untuk mengikuti baptis ulang, yaitu "baptis selam". Baptis selam ini katanya lebih Alkitabiah, karena meniru Tuhan Yesus sendiri.

Bukannya mau munafik, tetapi sayapun dibaptis secara selam. Sebenarnya, saya tidak mempermasalahkan soal percik atau selam. Tapi saya sedih kalau orang yang sudah dibaptis percik lalu disuruh untuk baptis ulang (selam), karena baptis perciknya dianggap tidak sah. Padahal, waktu baptis percik dulu, ia dibaptis dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Namun melalui baptisan ulang, ia sementara menyatakan baptis yang lama tidak berlaku. Apa ini bukannya menghina nama Allah Tritunggal? Di satu sisi seseorang dibaptis dengan Nama itu pada mulanya, namun di sisi lain ia menolak baptisan mula-mula itu, dan dibaptis ulang dengan Nama yang sama. Lagipula, kalau alasannya "untuk meneladani Tuhan Yesus", kenapa setengah-setengah dalam meneladani Dia? Kenapa menikah? (padahal Yesus tak pernah menikah), kenapa tidak berpuasa 40 hari? Itu berarti, tidak semua tindakan Tuhan Yesus harus kita ikuti. Maka, yang bisa kita lakukan adalah meniru sifat dan perilaku Tuhan, bukan tindakan-Nya satu per satu.

Saya juga termasuk pihak yang mendukung "baptisan anak". Untuk saya, baptisan memang tidak menyelamatkan, namun ia adalah meterai bahwa seseorang termasuk dalam golongan orang percaya. Maka, tugas bapak dan ibunyalah untuk mendidik dia seumur hidupnya, sehingga ia dapat menjadi seseorang yang mengasihi Tuhan dengan sungguh. Kenapa saya katakan baptis anak itu Alkitabiah? Karena baptis adalah meterai pengganti dari sunat. Sunat dilakukan pada usia delapan hari, jadi apakah seorang bayi berusia delapan hari bisa mempertanggung jawabkan iman percayanya? Tentu tidak bukan? Maka, konsekuensi yang logis adalah membaptis bayi, baru setelah ia mencapai usia matang, ia bisa mengikuti kelas katekisasi dan menjalani proses sidi.

Fenomena lainnya yang baru saya temui dalam kehidupan gereja modern adalah adanya baptis "rededikasi". Saya bahkan baru mengetahui adanya baptisan ini beberapa bulan yang lalu. Baptis rededikasi ini sebenarnya sama seperti baptis biasa, kecuali ini dilakukan di tempat-tempat yang memiliki sejarah dalam Kekristenan (seperti di Sungai Yordan). Pertanyaan saya buat para Hamba Tuhan yang melayankan baptis rededikasi ini adalah: Apa memang perlu? Apa seseorang begitu cemarnya sampai harus menerima baptisan ulang? Apa sebenarnya motivasi sampai harus menjalani baptisan ulang? Bahkan orang-orang yang murtad dari agama Kristen pun, saat mereka kembali menerima Yesus, juga tidak perlu baptis lagi kok. Karena baptisan itu kudus dan berlaku sekali selamanya seumur hidup. Maka seharusnya orang tidak perlu baptis berulang-ulang. 

Sunday, July 23, 2017

Pengumuman

Setelah sekian lama sibuk dengan berbagai kegiatan dan belum sempat menuangkan ide dan pikiran baru, akhirnya saya memutuskan untuk kembali mengisi blog ini. Berbeda dengan konten sebelumnya, kali ini saya mencoba menuliskan berbagai ide saya dalam bentuk esai populer dengan berbagai macam tema, namun khususnya teologi, bidang yang selalu menarik perhatian dan minat saya sejak sekian lama.
Selamat membaca!