Sunday, January 27, 2013

Pindah ke PO, mungkinkah?

     
     Beberapa minggu terakhir ini saya cukup sering bersentuhan dengan kehidupan Kristen, tapi bukan Katolik; Aliran Karismatik, yang cukup populer di Indonesia dan ciri-cirinya telah saya sebutkan dalam post sebelumnya, cukup menarik perhatian saya. Sebetulnya, pada awalnya lebih didasari keinginan untuk lebih mengenal dan memahami Aliran Karismatik, yang sangat jauh berbeda dari ajaran Katolik yang selama ini saya ikuti. Sejak ikut ibadah dengan teman saya Kezia dan Lidya pada awal bulan ini di GBI Taman Mahkota, saya pun ingin mengenal lebih dalam tentang Kekristenan model ini.

     Tanggal 21 kemarin saya memutuskan untuk mengikuti KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) yang diadakan GBI Jemaat Glow Fellowship yang dipimpin oleh Pdt. Gilbert Lumoindong. Selain kebetulan sama-sama berasal dari Manado, saya juga tertarik dengan gaya berkhotbah beliau yang jelas dan tegas serta penuh semangat. Sejak awal ibadah dimulai dengan gaya yang sudah saya perkirakan sebelumnya; ramai, hingar-bingar, dan bahasa roh. Kemudian dilanjutkan dengan Persembahan dan Firman Tuhan yang dibawakan Pendeta Gilbert sendiri (yang menjadi alasan utama saya mengikuti KKR ini). Meskipun cukup pendek, tak seperti yang sering saya lihat di YouTube, namun gayanya masih tetap seperti biasa. Kemudian ibadah ditutup dengan pujian-pujian.

     Saya sering berpikir, apa sih yang bisa disebut 'ibadah' dari ibadahnya orang Karismatik itu? Sepertinya cuma orang teriak-teriak dan berbahasa roh memuji Tuhan secara bersama-sama (angkat tangan Saudara tinggi-tinggi...). Namun dalam kesempatan kedua ini saya merasakan sensasi yang cukup berbeda. Pasti karena saya datang sendiri, sehingga tidak kagok dan aneh apabila harus mengikuti jemaat yang lainnya. Tapi memang unsur sakralnya berkurang secara signifikan; Bunda Teresa dari Kalkuta pernah berkata: "Tuhan hanya dapat ditemui dalam kesunyian.". Namun saya kurang setuju dengan pendapat itu. Saya percaya Tuhan adalah Pribadi yang maha-pengasih, yang rela hadir dalam liturgi apapun. Meskipun tidak memasukkan "The Real Presence" dalam bentuk Ekaristi, namun tetap Tuhan berkenan hadir. Satu kalimat yang sangat menyentuh hati saya dalam Firman Tuhan yang dibawakan pendeta Gilbert: "Banyak orang tidak ketemu Tuhan di gereja. Banyak orang ketemu Tuhan dalam kesengsaraan; ada yang ketemu Tuhan di ruang ICU, ada yang ketemu Tuhan di ruang operasi, ada yang ketemu Tuhan dibalik jeruji besi.." Maka dari itu saya bertanya-tanya, apakah model Kekristenan yang pas buat saya pribadi.

     Selama ini saya berkiblat pada Katolisitas, yang saya tekuni sejak kira-kira 1,5 tahun yang lalu. Meskipun masih dalam proses katekisasi, yang pasti saya berusaha serius dan tetap hadir dalam kelas katekumenat, meskipun situasi tidak selalu mendukung. Selama beberapa waktu saya merasa nyaman dengan kehidupan Katolik, sampai akhir-akhir ini. Saya merasa, Kekristenan tidak hanya Katolik, namun banyak ada diluarnya: Protestanisme, Pantekosta (Karismatik), Ortodoks, dan lain-lain.. Akhir-akhir ini saya banyak membaca artikel tentang ciri-ciri dan teologinya serta apa yang masing-masing dipercayai jemaat gereja-gereja tersebut.

     Gereja Katolik Roma adalah gereja tertua dan terbesar di dunia, yang mengklaim asal-usulnya dari zaman Tuhan Yesus sendiri. Kepemimpinannya berpusat pada hierarki, yang dipimpin oleh Paus (saat ini Benediktus XVI), merangkap sebagai Uskup Roma dan primus inter pares, yang mengepalai Gereja dari Tahta Suci di Vatikan. Gereja Katolik sifatnya tunggal, kudus, katolik dan apostolik; apa yang diperintahkan 'atasan' harus dikerjakan tanpa pertanyaan. Satu hal yang dapat dibanggakan dari Gereja Katolik adalah pengaruhnya merata di seluruh dunia; dimana pun di dunia Gereja Katolik tetap sama dan liturginya juga sama. Itu artinya, apabila seseorang hendak menikah (misal), maka catatan dan surat-surat pernikahannya sampai ke database Vatikan; dan dia tidak bisa melangsungkan pernikahan Katolik yang kedua dimana pun di dunia. Selain itu ibadahnya sangat liturgis dan sakral; Tuhan Yesus hadir langsung dalam rupa roti dan anggur yang melambangkan Tubuh, Darah, Jiwa dan Keilahian-Nya, yang diterima oleh umat yang telah dibaptis. Banyak sekali aspek menarik dari Katolisitas yang tak cukup apabila harus dijelaskan satu-persatu disini.

     Sedangkan Gereja Ortodoks Timur adalah gereja yang memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma pada abad ke-10, yang terjadi akibat perbedaan pendapat mengenai pemegang kepemimpinan umat Kristen pada saat itu (Gereja Katolik Roma yang sering disebut 'Barat' menggunakan Ritus Latin, sedangkan Gereja Ortodoks menggunakan Ritus Yunani). Kedua pihak menuduh lawannya telah melenceng dari hakikat Gereja yang sejati dan saling mengklaim merekalah Gereja yang sejati. Fitur menarik dari Gereja Ortodoks ini adalah penggunaan ikon (gambar kayu) dalam ibadahnya; banyak gambar orang-orang kudus dilukis atau dipahat pada ikon tersebut. Kepemimpinan Gereja Ortodoks juga bersifat hierarkis, dengan Patriark Konstantinopel sebagai primus inter pares diantara uskup-uskup lainnya, yang kebanyakan memimpin gereja nasional (Gereja Ortodoks Bulgaria, Rumania, Rusia, dsb..).

     Aliran Protestanisme muncul pada abad ke-16 (1517) sebagai hasil perpecahan selanjutnya dari Gereja Katolik Roma, yang dilancarkan oleh Martin Luther, seorang pastor Katolik di Wittenberg (Jerman) pada waktu itu. Luther mengkritik kebijakan Gereja Katolik yang memang, telah menyimpang jauh dari ajaran Kristus pada saat itu, termasuk menjual surat penebusan dosa untuk biaya pembangunan Basilika St. Petrus dan sikap Gereja Katolik yang sangat duniawi (mencampuri urusan kenegaraan negara-negara di Eropa; bahkan banyak pejabat Gereja merangkap sebagai pejabat Negara) yang menyebabkan Luther membuat "95 Dalil"nya yang sangat terkenal, yang memicu reaksi keras dari Hierarki Gereja Katolik. Pengikut Luther segera membuat gereja sendiri, yang dikenal sebagai Lutheranisme, dan memicu perang besar di Eropa yang disebut "Perang Tigapuluh Tahun". Protestanisme menghilangkan sebagian besar ajaran Gereja Katolik, dan berpegang kepada doktrin yang disebut "Empat Sola", Sola Fide, Sola Scriptura, Sola Gratia, dan Solus Christus. Pada intinya, Protestanisme berupaya untuk menyingkirkan apa yang berbau 'duniawi' dari Gereja Katolik Roma dan menerjemahkan isi Kitab Suci dengan pendapat mereka sendiri. Meskipun begitu aliran ini tumbuh subur dan pesat hingga sekarang, meskipun bukan dalam bentuk gereja tunggal seperti Gereja Katolik Roma.

     Di FIB sendiri terdapat dua wadah organisasi untuk mahasiswa Kristen: PO (Persekutuan Oikumene) untuk mahasiswa Kristen Protestan, dan Kuksa (Keluarga Umat Katolik Sivitas Akademika) untuk mahasiswa Kristen Katolik. Sampai sekarang, saya masih terlibat langsung dan aktif dalam kegiatan Kuksa. Namun, apabila keinginan hati dan perasaan lebih condong ke arah yang lain suatu hari nanti, saya pikir oke-oke saya jika saya bergabung dengan PO. Entahlah. Hanya waktu yang bisa menjawab.

Tuesday, January 15, 2013

Pengalaman ibadah di GBI

     
     Minggu kemarin (13/1) saya dapat pengalaman baru yang memperluas pandangan saya tentang Kekristenan: saya ibadah di Gereja Bethel Indonesia, yang beraliran Karismatik, bersama teman saya Kezia dan Lidya, sekalian datang menginap di rumah Kezia, di Cengkareng, dekat bandara Soekarno-Hatta. Kezia kemarin juga merayakan ulang tahun ke-19, jadi momen ini spesial sekali baginya. Namun bagi saya meninggalkan kesan tambahan.

     Sebelumnya, saya sering mendengar tentang aliran Karismatik. Sejauh yang saya tahu, selama ini Karismatik identik dengan musik band, pendeta yang berapi-api, dan bahasa roh; saya masih belum percaya betul apa sang WL (Worship Leader) bisa selalu berbahasa roh setiap minggu, yang hampir selalu tiga rumusan (yang saya tahu): "Labalabalabalaba..", "Sandalamasandalamasandalama.." dan "Alamoalamoalamoalamo..". Saya tak paham juga maksudnya, menurut teologi mereka, yang seperti itu, katanya, dipenuhi Roh Kudus. Saya juga kurang paham sih, jadi ya oke-oke saja.

     Pertama saya ikut ibadah Youth (khusus pemuda/i, meskipun orang tua boleh juga ikut) malam jam 19.00. Dari awal, musik sudah menghentak sekali dengan instrumen yang biasa digunakan saat konser, berbeda sekali dengan ibadah Gereja Katolik yang cuma menggunakan organ pipa. Lagu pujian dan penyembahan sebanyak tiga lagu kemudian dilanjutkan dengan penyampaian Firman Tuhan, oleh seorang pemuda, namanya Bang Roy (kata Kezia sih dosen), yang, seperti yang saya perkirakan, sangat berapi-api. Selama sejam lebih sedikit Bang Roy berkhotbah (yang buat saya lebih seperti stand-up comedy), disertai dengan gelak tawa dan canda dari jemaat. Saya takjub juga melihat khotbah yang seperti ini. Di Gereja Katolik, mana pernah saya melihat jemaat tertawa keras-keras dan sangat cair suasana. Romo biasanya berkhotbah (homili dalam istilah Katolik) dengan nada suara datar dan sesekali dibumbui guyonan khas Jawa (kebetulan pastor di gereja saya mayoritas Jawa).

     Setelah itu dilanjutkan dengan kolekte. Kalau soal kolekte ini tidak jauh berbeda dengan Gereja Katolik, dan untuk penutup diakhiri dengan warta sekilas dan pujian penutup. Dua jam tepat ibadah berlangsung. Porsi terbanyak digunakan untuk khotbah, yang buat saya menarik sekali. Lagu-lagu pujian hanya setengah jam sampai 45 menit kira-kira. Setelah itu kami menginap di rumah Kezia.

     Paginya, sebenarnya kata hati saya lebih memilih ikut misa di gereja Katolik terdekat, namun setelah saya cari di Google Maps letaknya cukup jauh dari tempat menginap kami, jadi ya saya ikut lagi ibadah Minggu pagi. Ibadah minggu diberi istilah "Ibadah Raya", dan terdapat dua kali persembahan alih-alih satu dan khotbah disampaikan oleh Gembala Jemaat, yaitu Pdt. Rinson Butarbutar, yang juga om dari Kezia. Beliau juga menyampaikan khotbah dengan cair dan menghibur, yang saking panjangnya topiknya berputar-putar dari daging babi sampai keluarga. Sisanya persis sama dengan ibadah Youth. 

     Cara beribadah gereja-gereja Karismatik ini sangat menarik perhatian saya dari dulu, apalagi setelah merasakan langsung. Kok bisa-bisanya ya mereka terfokus memuji dan menyembah Tuhan dengan jingkrak-jingkrak begitu? Apalagi ditingkahi tepuk tangan, yang membuatnya seperti konser rock. Sepanjang ibadah jujur telinga saya cukup 'terganggu' dengan speaker yang dinyalakan, sepertinya dengan volume full. Seperti konser dengan lagu rohani. Namun khotbahnya saya acungi jempol. Meskipun sering out of topic, tapi secara keseluruhan sangat menghibur dan sangat down to earth, menyentuh problematika kehidupan sehari-hari dengan muatan religius. Tidak seperti di gereja Katolik, yang lebih sering mengangkat topik yang 'ketinggian' menurut saya dan sangat normatif.

     Satu hal lagi yang saya kagumi dari gereja Karismatik adalah semangat pelayanan jemaatnya. Meskipun gereja mereka kecil (di GBI Taman Mahkota, kira-kira hanya 10x5 meter), namun kalau berbicara tentang Tuhan, wah mereka paling berapi-api. Tidak seperti umat Katolik yang banyak saya temui, kebanyakan tidak terlalu religius dan jarang baca Alkitab. Bukan mendiskreditkan, namun apabila dibandingkan, kira-kira seperti itulah. Ingat bahwa perbuatan oknum tidak menggagalkan konsepnya, jadi kembali ke manusianya lagi. Lalu satu lagi yang ingin saya sorot: jemaat Karismatik sangat welcome terhadap orang asing yang baru ibadah di gereja mereka, seperti saya dan Lidya yang dari 'luar' disambut dalam warta gereja. Tentu saja bagi 'domba-domba' yang belum menemukan pilihan untuk beribadah, keadaan seperti ini sangat membuat mereka nyaman.

     Akhir kata, meskipun banyak hal istimewa dari pengalaman saya beribadah di gereja Karismatik, namun pada akhirnya saya lebih merasa cocok dan nyaman beribadah di gereja Katolik. Sepertinya lebih 'dalam' dan refleksif, dan yang pasti telinga dijamin sehat walafiat.

Proficiat buat GBI dan semua gereja Karismatik!