Tuesday, January 15, 2013

Pengalaman ibadah di GBI

     
     Minggu kemarin (13/1) saya dapat pengalaman baru yang memperluas pandangan saya tentang Kekristenan: saya ibadah di Gereja Bethel Indonesia, yang beraliran Karismatik, bersama teman saya Kezia dan Lidya, sekalian datang menginap di rumah Kezia, di Cengkareng, dekat bandara Soekarno-Hatta. Kezia kemarin juga merayakan ulang tahun ke-19, jadi momen ini spesial sekali baginya. Namun bagi saya meninggalkan kesan tambahan.

     Sebelumnya, saya sering mendengar tentang aliran Karismatik. Sejauh yang saya tahu, selama ini Karismatik identik dengan musik band, pendeta yang berapi-api, dan bahasa roh; saya masih belum percaya betul apa sang WL (Worship Leader) bisa selalu berbahasa roh setiap minggu, yang hampir selalu tiga rumusan (yang saya tahu): "Labalabalabalaba..", "Sandalamasandalamasandalama.." dan "Alamoalamoalamoalamo..". Saya tak paham juga maksudnya, menurut teologi mereka, yang seperti itu, katanya, dipenuhi Roh Kudus. Saya juga kurang paham sih, jadi ya oke-oke saja.

     Pertama saya ikut ibadah Youth (khusus pemuda/i, meskipun orang tua boleh juga ikut) malam jam 19.00. Dari awal, musik sudah menghentak sekali dengan instrumen yang biasa digunakan saat konser, berbeda sekali dengan ibadah Gereja Katolik yang cuma menggunakan organ pipa. Lagu pujian dan penyembahan sebanyak tiga lagu kemudian dilanjutkan dengan penyampaian Firman Tuhan, oleh seorang pemuda, namanya Bang Roy (kata Kezia sih dosen), yang, seperti yang saya perkirakan, sangat berapi-api. Selama sejam lebih sedikit Bang Roy berkhotbah (yang buat saya lebih seperti stand-up comedy), disertai dengan gelak tawa dan canda dari jemaat. Saya takjub juga melihat khotbah yang seperti ini. Di Gereja Katolik, mana pernah saya melihat jemaat tertawa keras-keras dan sangat cair suasana. Romo biasanya berkhotbah (homili dalam istilah Katolik) dengan nada suara datar dan sesekali dibumbui guyonan khas Jawa (kebetulan pastor di gereja saya mayoritas Jawa).

     Setelah itu dilanjutkan dengan kolekte. Kalau soal kolekte ini tidak jauh berbeda dengan Gereja Katolik, dan untuk penutup diakhiri dengan warta sekilas dan pujian penutup. Dua jam tepat ibadah berlangsung. Porsi terbanyak digunakan untuk khotbah, yang buat saya menarik sekali. Lagu-lagu pujian hanya setengah jam sampai 45 menit kira-kira. Setelah itu kami menginap di rumah Kezia.

     Paginya, sebenarnya kata hati saya lebih memilih ikut misa di gereja Katolik terdekat, namun setelah saya cari di Google Maps letaknya cukup jauh dari tempat menginap kami, jadi ya saya ikut lagi ibadah Minggu pagi. Ibadah minggu diberi istilah "Ibadah Raya", dan terdapat dua kali persembahan alih-alih satu dan khotbah disampaikan oleh Gembala Jemaat, yaitu Pdt. Rinson Butarbutar, yang juga om dari Kezia. Beliau juga menyampaikan khotbah dengan cair dan menghibur, yang saking panjangnya topiknya berputar-putar dari daging babi sampai keluarga. Sisanya persis sama dengan ibadah Youth. 

     Cara beribadah gereja-gereja Karismatik ini sangat menarik perhatian saya dari dulu, apalagi setelah merasakan langsung. Kok bisa-bisanya ya mereka terfokus memuji dan menyembah Tuhan dengan jingkrak-jingkrak begitu? Apalagi ditingkahi tepuk tangan, yang membuatnya seperti konser rock. Sepanjang ibadah jujur telinga saya cukup 'terganggu' dengan speaker yang dinyalakan, sepertinya dengan volume full. Seperti konser dengan lagu rohani. Namun khotbahnya saya acungi jempol. Meskipun sering out of topic, tapi secara keseluruhan sangat menghibur dan sangat down to earth, menyentuh problematika kehidupan sehari-hari dengan muatan religius. Tidak seperti di gereja Katolik, yang lebih sering mengangkat topik yang 'ketinggian' menurut saya dan sangat normatif.

     Satu hal lagi yang saya kagumi dari gereja Karismatik adalah semangat pelayanan jemaatnya. Meskipun gereja mereka kecil (di GBI Taman Mahkota, kira-kira hanya 10x5 meter), namun kalau berbicara tentang Tuhan, wah mereka paling berapi-api. Tidak seperti umat Katolik yang banyak saya temui, kebanyakan tidak terlalu religius dan jarang baca Alkitab. Bukan mendiskreditkan, namun apabila dibandingkan, kira-kira seperti itulah. Ingat bahwa perbuatan oknum tidak menggagalkan konsepnya, jadi kembali ke manusianya lagi. Lalu satu lagi yang ingin saya sorot: jemaat Karismatik sangat welcome terhadap orang asing yang baru ibadah di gereja mereka, seperti saya dan Lidya yang dari 'luar' disambut dalam warta gereja. Tentu saja bagi 'domba-domba' yang belum menemukan pilihan untuk beribadah, keadaan seperti ini sangat membuat mereka nyaman.

     Akhir kata, meskipun banyak hal istimewa dari pengalaman saya beribadah di gereja Karismatik, namun pada akhirnya saya lebih merasa cocok dan nyaman beribadah di gereja Katolik. Sepertinya lebih 'dalam' dan refleksif, dan yang pasti telinga dijamin sehat walafiat.

Proficiat buat GBI dan semua gereja Karismatik! 

    

No comments:

Post a Comment