as translated by Willy Mandagi
Warisan Saussure
Pandangan terhadap bahasa dan representasi sebagai bentuk konstruksionis sosial yang telah kita diskusikan sangat dipengaruhi oleh karya dan pengaruh linguis Swiss, Saussure, yang lahir di Jenewa pada 1857, menghasilkan sebagian besar karyanya di Paris, dan wafat pada 1913. Dia dikenal sebagai 'Bapak linguistik modern'. Untuk keperluan kita, pentingnya karya Saussure bukanlah terletak pada penelitiannya yang mendalam akan linguistik, namun dalam pandangan umumnya mengenai representasi dan cara model bahasanya membentuk pendekatan semiotika terhadap masalah representasi didalam bidang-bidang kebudayaan yang beragam. Anda akan mengenali banyak pemikiran Saussure dari apa yang telah kita pelajari sebelumnya mengenai pendekatan konstruksionis.
Untuk Saussure, berdasarkan Jonathan Culler (1976, h. 19), produksi makna tergantung pada bahasa: 'Bahasa adalah sistem tanda-tanda.' Suara, gambar, kata-kata tertulis, lukisan, foto, dll. berfungsi sebagai tanda didalam bahasa 'hanya ketika berfungsi untuk mengekspresikan atau mengkomunikasikan ide-ide.. (untuk) mengkomunikasikan ide-ide, tanda haruslah merupakan bagian dari sebuah sistem konvensi (yang disepakati bersama, red.)...' (ibid.). Objek material dapat berfungsi sebagai tanda dan juga mengkomunikasikan makna-makna, seperti yang telah kita lihat pada contoh 'bahasa lampu merah'. Didalam sebuah kajiannya yang penting, Saussure menganalisa tanda-tanda dan membaginya menjadi dua elemen. Menurutnya, terdapat bentuk (kata, gambar, foto yang sebenarnya dll.) dan terdapat juga ide atau konsep didalam pikiran Anda yang menghubungkannya dengan bentuk itu. Saussure menyebut elemen pertama sebagai penanda (signifier, red.), dan elemen kedua - konsep yang muncul didalam pikiran Anda sebagai hasil kontak dengan penanda - yang ditandai (signified, konsep, red.). Setiap kali Anda mendengar atau membaca atau melihat penanda (contohnya, kata atau gambar sebuah Walkman), hal ini berkorelasi dengan konsep (konsep sebuah pemutar kaset portabel didalam pikiran Anda). Keduanya diperlukan untuk memproduksi makna tetapi sebenarnya adalah hubungan diantara tanda dan konsep itulah yang memberikan representasi, yang ditetapkan melalui kode-kode kebudayaan dan linguistik kita. Jadi, 'tanda adalah persatuan bentuk-bentuk yang menandai (penanda)... dan ide yang ditandainya (yang ditandai/konsep, red.) Meskipun kita bisa saja berkata ... seolah-olah mereka adalah dua hal yang berbeda, mereka hanyalah merupakan komponen dari sebuah tanda ... (yang adalah) fakta bahasa yang utama' (Culler, 1976, h. 19).
Saussure juga menekankan pada apa yang dalam bagian I kita sebut asal tanda yang sifatnya arbitrer: 'Tidak ada hubungan yang alami dan tidak terbantahkan antara penanda dan yang ditandai' (ibid.) Tanda tidak memiliki makna yang tetap ataupun esensial. Yang penting menurut Saussure adalah bukan MERAH ataupun esensi 'kemerahan-nya', tetapi perbedaan antara MERAH dan HIJAU itulah yang penting. Menurut Saussure, tanda adalah 'anggota sebuah sistem dan didefinisikan dalam hubungannya dengan anggota lain didalam sistem itu.' Contohnya, sulit untuk mendefinisikan makna AYAH kecuali dihubungkan kepada, dan dibedakan menurut ciri-cirinya dengan, istilah kekerabatan lain, seperti IBU, ANAK PEREMPUAN, ANAK LAKI-LAKI dan lain sebagainya.
Pembedaan didalam bahasa ini sangat penting untuk produksi makna-makna, menurut Saussure. Bahkan pada tahapan rendah (untuk mengulangi contoh yang telah disebutkan sebelumnya), kita harus dapat membedakan, didalam bahasa, antara SHEEP (domba) dan SHEET (seprei), sebelum kita dapat menghubungkan salah satu kata tersebut dengan konsep hewan yang memproduksi wol, dan yang lainnya dengan konsep sehelai kain yang menutupi sebuah tempat tidur. Cara termudah untuk membedakan adalah, tentu saja, dengan melakukan pertentangan biner - dalam contoh ini, semua huruf adalah sama kecuali huruf P dan T. Demikian pula dengan makna sebuah konsep atau kata seringkali didefinisikan dalam hubungannya dengan lawan katanya - seperti pada malam/siang. Kritik yang kemudian diajukan pada Saussure mengganggap bahwa pertentangan biner (contoh malam/siang) hanyalah sebuah cara sederhana untuk menandai perbedaan. Demikian halnya dengan perbedaan yang kontras diantara hitam dan putih, terdapat juga banyak perbedaan lain yang kurang jelas, contohnya didalam membedakan hitam dan abu-abu gelap, abu-abu gelap dengan abu-abu terang, abu-abu dan krem dan putih kusam, putih kusam dan putih terang. Begitu juga terdapat perbedaan antara malam, fajar, siang hari, tengah hari, senja, dan lain sebagainya. Meskipun demikian, perhatiannya terhadap pertentangan biner membawa Saussure kepada dalil yang revolusioner bahwa bahasa terdiri dari penanda-penanda, tetapi untuk menghasilkan makna, penanda tersebut harus diorganisasikan kedalam 'sebuah sistem pembedaan'. Hal itulah yang menghasilkan perbedaan diantara tanda-tanda yang menandai.
Lebih jauh, relasi diantara penanda dengan yang ditandai, yang ditetapkan oleh kode-kode kebudayaan kita, menurut Saussure tidaklah ditetapkan secara permanen. Kata-kata berubah maknanya. Konsep (yang ditandai) yang mereka rujuk juga berubah secara historis, dan setiap perubahan mempengaruhi peta konsep sebuah kebudayaan, membuat kebudayaan-kebudayaan yang berbeda, dalam momen-momen sejarah yang berbeda, mengklasifikasikan dan memandang dunia ini secara berbeda. Selama berabad-abad, masyarakat Barat telah mengasosiasikan warna HITAM dengan segala hal yang gelap, jahat, terlarang, mirip iblis, berbahaya dan penuh dosa. Dan sekarang, pikirkanlah bagaimana persepsi terhadap orang kulit hitam di Amerika pada 1960-an berubah setelah frase 'Hitam itu Indah' menjadi slogan yang populer - dimana penandanya, HITAM, dibuat untuk menandakan makna yang sama sekali berlawanan (yang ditandai/konsep) dari makna sebelumnya. Dalam istilah Saussure, 'Bahasa menetapkan hubungan arbitrer diantara tanda-tanda yang dipilihnya sendiri di satu sisi, dan konsep-konsep yang dipilihnya sendiri di sisi lain. Masing-masing bahasa tidak hanya memproduksi sekumpulan penandanya yang masing-masing berbeda, mengartikulasikan dan membagi serangkaian suara (atau tulisan atau gambar atau foto) dalam cara yang berbeda, namun juga tiap-tiap bahasa memproduksi sekumpulan konsep yang berbeda; bahasa memiliki cara yang berbeda dan sifatnya arbitrer untuk mengorganisasikan dunia ini kedalam konsep-konsep dan kategori-kategori' (Culler, 1976, h. 23).
Implikasi dari pendapat ini sangat berpengaruh pada teori representasi dan pemahaman kita terhadap kebudayaan. Jika hubungan diantara tanda dan konsep adalah hasil sebuah sistem konvensi sosial hanya terbatas pada masing-masing kebudayaan dan momen-momen sejarah tertentu - semua makna sebenarnya diproduksi didalam sejarah dan kebudayaan. Mereka tidak pernah benar-benar bisa ditetapkan namun selalu dapat berubah, dari satu konteks kebudayaan dari masa ke masa. Jadi, tidak terdapat sebuah 'makna sejati' yang tunggal, tidak berubah, dan universal. 'Karena tanda-tanda sifatnya adalah arbitrer, maka tanda adalah sangat tergantung pada sejarah dan kombinasi tanda dan konsep pada momen tertentu adalah hasil keseluruhan dari sebuah proses sejarah.' (Culler, 1976, h. 36). Pendapat ini membuka dunia makna dan representasi, dengan cara yang radikal, kepada sejarah dan perubahan. Memang benar apabila dikatakan bahwa Saussure sendirilah yang memfokuskan penelitiannya hanya kepada keadaan sebuah sistem bahasa pada suatu waktu daripada memfokuskannya pada perubahan linguistik dari waktu ke waktu. Meskipun begitu, yang harus kita ketahui, poin pentingnya adalah bagaimana cara pendekatan ini terhadap bahasa menghilangkan penetapan makna, merusak setiap hubungan alami dan tidak terelakkan diantara tanda dan konsep. Hal ini membuka representasi untuk meneliti 'permainan' pemelesetan makna, dan juga untuk memproduksi makna dan representasi yang baru secara konstan.
Meskipun demikian, jika makna-makna berubah, secara historis, dan tidak pernah benar-benar ditetapkan, kemudian langkah berikut yang harus dilakukan dalam 'memahami makna' harus melibatkan sebuah proses representasi yang aktif. Makna harus 'dibaca' dan 'direpresentasikan' secara aktif. Konsekuensinya, terdapat ketidakakuratan yang pasti terjadi dan tidak terelakkan didalam bahasa. Makna yang kita pahami, sebagai penonton, pembaca atau pemirsa, tidak akan pernah sama dengan makna yang dimunculkan oleh sang pembicara atau penulis atau oleh penonton lainnya. Dan karena kita ingin mengatakan sesuatu yang memiliki makna, kita harus 'memasuki bahasa', dimana segala macam makna yang telah ada sebelum kita, telah tersimpan sejak masa sebelumnya, kita tidak akan pernah dapat memahami bahasa seutuhnya, dan mencoret semua makna tersirat yang mungkin dapat mengubah atau mendistorsi apa yang ingin kita katakan. Contohnya, kita tidak dapat menghapus seutuhnya konotasi kata HITAM yang negatif ketika kita membaca headline surat kabar seperti, 'RABU - HARI HITAM DI PASAR SAHAM', bahkan ketika kita tidak bermaksud memaknainya seperti itu. Terdapat pemelesetan makna yang terjadi secara konstan didalam semua interpretasi, sebuah batas - sesuatu yang melebihi apa yang ingin kita katakan - dimana makna lainnya menutupi pernyataan atau teks tersebut, ketika makna-makna lainnya muncul, yang mengubah makna dari apa yang ingin kita katakan. Jadi, interpretasi menjadi aspek yang esensial dari sebuah proses dimana makna diberikan dan diperoleh. Pembaca adalah sama pentingnya dengan penulis didalam produksi makna. Setiap penanda yang diberikan atau disisipkan makna harus secara berarti diinterpretasikan atau dipahami oleh pemeroleh (Hall, 1980). Tanda-tanda yang tidak diterima dan diinterpretasikan secara jelas tidaklah bermakna, dalam hal apapun.
2.1 Bagian sosial bahasa
Saussure membagi bahasa menjadi dua bagian. Yang pertama terdiri dari kode-kode dan aturan umum sistem linguistik, yang harus dimiliki semua penggunanya, jika bahasa ingin dijadikan salah satu cara komunikasi. Peraturan adalah prinsip yang kita pelajari ketika kita mempelajari sebuah bahasa dan hal itu memampukan kita untuk menggunakan bahasa untuk mengatakan apa yang kita ingin katakan. Contohnya, dalam bahasa Inggris, susunan kata yang tepat adalah subjek-kata kerja-objek ('kucing duduk di karpet'), sementara dalam bahasa Latin, kata kerja biasanya terletak di akhir. Saussure menyebut hal ini sebagai struktur bahasa yang teratur, yang memampukan kita membentuk kalimat dengan sempurna, sebuah langue (sistem bahasa). Bagian kedua terdiri dari tindakan berbicara atau menulis atau menggambar secara tertentu, yang - menggunakan struktur dan peraturan langue - diproduksi oleh pembicara atau penulis sebenarnya. Dia menyebut hal ini sebagai parole. 'La langue adalah sebuah sistem bahasa, bahasa sebagai sebuah sistem bentuk, sementara parole adalah kemampuan berbicara (atau menulis) yang sebenarnya, tindakan berbicara yang dimungkinkan melalui bahasa' (Culler, 1976, h. 29).
Menurut Saussure, struktur pokok peraturan dan kode-kode bahasa (langue) adalah bagian sosial sebuah bahasa, bagian yang dapat dipelajari dengan keakuratan hukum mirip sains karena sifatnya yang tertutup dan terbatas. Metode penelitiannya yang mempelajari bahasa dalam bentuk 'struktur terdalam'nya membuat Saussure dan model bahasanya sebagai strukturalis. Bagian kedua bahasa, tindakan ujaran atau pembicara (parole), dianggapnya sebagai 'permukaan' bahasa. Ujaran memiliki jumlah yang tidak terhingga. Karena itu, parole sama sekali tidak memiliki properti struktural ini - yang membentuk kumpulan yang tertutup dan terbatas - yang dapat memampukan kita mempelajarinya 'secara ilmiah'. Apa yang membuat model Saussure menarik banyak ilmuwan kemudian adalah fakta bahwa karakter bahasa yang tertutup dan terbatas pada tingkatan hukum dan peraturannya, menurut Saussure, memampukan bahasa dipelajari secara ilmiah, dipadukan dengan kemampuan bahasa yang bebas dan luar biasa kreatif didalam tindak ujaran kita didalam dunia nyata. Para ilmuwan percaya bahwa dia telah, pada akhirnya, memberikan sebuah pendekatan yang ilmiah kepada objek penelitian yang paling tidak ilmiah - budaya.
Dalam memisahkan bagian sosial bahasa (langue) dari tindakan komunikasi secara individu (parole), Saussure tidak sepaham dengan gagasan umum mengenai cara kerja bahasa. Intuisi pendapat kita mengatakan bahwa bahasa muncul dari dalam diri kita sendiri - dari pembicara atau penulis individual; bahwa subjek penulis atau pembicaralah yang merupakan pencipta makna. Inilah yang dalam bagian sebelumnya kita sebut model representasi intensional. Tetapi berdasarkan skema Saussure, setiap pernyataan yang dibuat hanya dimungkinkan untuk dimengerti karena sang 'penulis' mematuhi peraturan dan kode-kode umum sistem bahasa seperti halnya pengguna bahasa lainnya - langue - yang memungkinkan mereka berkomunikasi satu sama lain dengan penuh makna. Penulislah yang menentukan apa yang ingin dia katakan. Tetapi dia tidak dapat 'menentukan' ingin menggunakan peraturan bahasa atau tidak, jika dia ingin dimengerti. Kita terlahir kedalam sebuah masyarakat bahasa, kode-kode dan maknanya. Dengan demikian, menurut Saussure, bahasa adalah fenomena sosial. Bahasa tidak dapat menjadi sesuatu yang personal karena kita tidak dapat menentukan peraturan bahasa secara individual. Sumber bahasa terletak pada masyarakat, didalam kebudayaan, di dalam kode-kode kebudayaan yang dimiliki bersama, di dalam sistem bahasa - tidak secara alamiah maupun didalam subjek-subjek individual.
Kita akan menuju bagian III untuk melihat bagaimana pendekatan konstruksionis terhadap representasi, dan secara khusus model linguistik Saussure, diterapkan kepada sekumpulan tindakan dan objek kebudayaan yang lebih luas, dan berkembang menjadi metode semiotika yang mempengaruhi bidang tersebut. Pertama kita harus mempertimbangkan beberapa kritik yang ditujukan terhadap pendapat Saussure.
2.2 Kritik Model Bahasa Saussure
Karya besar Saussure membuat kita terfokus kepada bahasa itu sendiri, sebagai sebuah fakta sosial; pada proses representasi itu sendiri; pada bagaimana bahasa sebenarnya bekerja dan peran yang dimilikinya didalam produksi makna. Dalam melakukan itu, dia mengganggap bahasa lebih dari sekedar medium yang transparan diantara benda dan makna. Sebaliknya, dia menunjukkan bahwa representasi adalah sebuah tindakan. Meskipun demikian, di dalam karyanya, dia cenderung memfokuskan diri hampir sepenuhnya kepada dua aspek tanda - penanda (tanda, red.) dan yang ditandai (konsep, red.). Dia hanya memberikan sedikit perhatian atau tidak sama sekali terhadap bagaimana hubungan diantara penanda/yang ditandai dapat memenuhi kegunaan apa yang sebelumnya kita sebut referens - yaitu, memberikan kita rujukan kepada dunia benda, manusia dan peristiwa diluar bahasa didalam dunia 'nyata'. Para linguis kemudian membuat perbedaan diantara, katakanlah, makna kata BUKU dan penggunaan kata tersebut untuk merujuk buku tertentu yang tergeletak di depan kita diatas sebuah meja. Linguis tersebut, Charles Sanders Pierce, meskipun memiliki pandangan dan pendekatan yang sama dengan Saussure, lebih memerhatikan kepada hubungan antara penanda/yang ditandai dan apa yang dia sebut referens. Apa yang disebut Saussure sebenarnya melibatkan dua proses tersebut, pemaknaan dan perujukan, tetapi dia hanya berfokus pada proses yang pertama. Masalah lainnya adalah bahwa Saussure cenderung memfokuskan diri pada aspek formal bahasa - bagaimana sebenarnya cara kerja bahasa. Kecenderungan ini memiliki kelebihan dengan membuat kita mempelajari representasi sebagai sebuah tindakan yang pantas dipelajari secara mendalam dan terpisah dengan bidang ilmu lainnya. Aspek formal bahasa memaksa kita memandang bahasa sebagai bahasa itu sendiri, dan tidak sekedar sebagai 'jendela dunia' yang kosong dan transparan. Meskipun demikian, fokus Saussure terhadap bahasa mungkin terlalu eksklusif. Perhatian terhadap aspek-aspek formalnya telah mengalihkan perhatian para peneliti dari sifat bahasa yang lebih interaktif dan dialogis - bahasa seperti yang digunakan sehari-hari, seperti fungsinya di dalam situasi nyata, di dalam dialog antara pembicara-pembicara yang berbeda. Jadi, tidaklah mengejutkan apabila menurut Saussure, pertanyaan mengenai kekuatan di dalam bahasa - contohnya, diantara pembicara yang memiliki posisi dan status berbeda - tidak mengemuka.
Seperti yang selalu terjadi, mimpi 'ilmiah' yang terletak dibalik sifat karyanya yang strukturalis, meskipun terbukti untuk menyadarkan kita terhadap aspek-aspek tertentu dalam cara kerja bahasa, terbukti juga memiliki sifat menyesatkan. Bahasa bukanlah sebuah objek yang bisa dipelajari dengan ketepatan hukum ilmiah. Ahli teori kebudayaan belajar dari 'strukturalisme' Saussure namun menolak premis-premis ilmiahnya. Bahasa tetaplah diatur melalui aturan-aturan. Tetapi bahasa bukanlah sistem 'tertutup' yang bisa dibatasi pada elemen-elemen formalnya. Karena bahasa berubah secara terus-menerus, menurut definisi bahasa bersifat terbuka. Makna terus diproduksi melalui bahasa dalam bentuk-bentuk yang takkan pernah diprediksi sebelumnya dan 'pergeseran'nya, seperti yang telah saya jelaskan diatas, tidak dapat dihentikan. Saussure mungkin saja mengadopsi pandangan pertama karena, sebagai pendukung teori strukturalis yang baik, dia berkecenderungan mempelajari keadaan suatu sistem bahasa pada suatu saat, seolah-olah bahasa itu sifatnya tetap dan dia dapat menghentikan aliran perubahan-bahasa. Namun terdapat banyak orang yang paling terpengaruh oleh pemikiran Saussure yang memberontak dari seluruh model representasi reflektif dan intensional, telah mengembangkan karyanya, bukan dengan mengimitasi pendekatan ilmiah dan 'strukturalis'nya, namun dengan menerapkan model bahasanya di dalam cara yang lebih longgar dan lebih terbuka, yang disebut pendekatan 'post-strukturalis'.
2.3 Kesimpulan
Sejauh apakah kita telah mempelajari teori representasi di dalam diskusi kita? Kita memulainya dengan mempertentangkan tiga pendekatan berbeda. Pendekatan reflektif atau mimetik menganggap terdapat hubungan imitasi yang langsung dan transparan diantara kata-kata (penanda) dan benda-benda. Pendekatan intensional membatasi representasi hanya menurut subjek atau penulisnya saja. Pendekatan konstruksionis menganggap terdapat hubungan yang kompleks dan teratur diantara benda-benda di dunia, konsep yang ada di dalam pikiran kita dan bahasa. Kita telah memfokuskan diri pada ketiga teori ini. Korelasi diantara tingkatan ini - material, konseptual dan penandaan - diatur oleh kode-kode linguistik dan kebudayaan kita dan sekumpulan hubungan inilah yang menciptakan makna. Kita lalu ditunjukkan bagaimana model bahasa ini bekerja di dalam sistem representasi dalam proses produksi makna berkat karya-karya Ferdinand de Saussure. Titik kuncinya adalah hubungan yang diberikan oleh kode-kode diantara bentuk-bentuk ekspresi yang digunakan oleh bahasa (entah ujaran, tulisan, gambar, atau model representasi lain) - yang disebut Saussure sebagai penanda - dan konsep mental yang dihubungkan dengannya - yang ditandai. Hubungan diantara dua sistem representasi ini menghasilkan tanda-tanda; dan tanda, yang diorganisasikan ke dalam bahasa, menghasilkan makna, dan dapat digunakan untuk merujuk pada objek, manusia dan peristiwa di dalam dunia 'nyata'.
2.1 Bagian sosial bahasa
Saussure membagi bahasa menjadi dua bagian. Yang pertama terdiri dari kode-kode dan aturan umum sistem linguistik, yang harus dimiliki semua penggunanya, jika bahasa ingin dijadikan salah satu cara komunikasi. Peraturan adalah prinsip yang kita pelajari ketika kita mempelajari sebuah bahasa dan hal itu memampukan kita untuk menggunakan bahasa untuk mengatakan apa yang kita ingin katakan. Contohnya, dalam bahasa Inggris, susunan kata yang tepat adalah subjek-kata kerja-objek ('kucing duduk di karpet'), sementara dalam bahasa Latin, kata kerja biasanya terletak di akhir. Saussure menyebut hal ini sebagai struktur bahasa yang teratur, yang memampukan kita membentuk kalimat dengan sempurna, sebuah langue (sistem bahasa). Bagian kedua terdiri dari tindakan berbicara atau menulis atau menggambar secara tertentu, yang - menggunakan struktur dan peraturan langue - diproduksi oleh pembicara atau penulis sebenarnya. Dia menyebut hal ini sebagai parole. 'La langue adalah sebuah sistem bahasa, bahasa sebagai sebuah sistem bentuk, sementara parole adalah kemampuan berbicara (atau menulis) yang sebenarnya, tindakan berbicara yang dimungkinkan melalui bahasa' (Culler, 1976, h. 29).
Menurut Saussure, struktur pokok peraturan dan kode-kode bahasa (langue) adalah bagian sosial sebuah bahasa, bagian yang dapat dipelajari dengan keakuratan hukum mirip sains karena sifatnya yang tertutup dan terbatas. Metode penelitiannya yang mempelajari bahasa dalam bentuk 'struktur terdalam'nya membuat Saussure dan model bahasanya sebagai strukturalis. Bagian kedua bahasa, tindakan ujaran atau pembicara (parole), dianggapnya sebagai 'permukaan' bahasa. Ujaran memiliki jumlah yang tidak terhingga. Karena itu, parole sama sekali tidak memiliki properti struktural ini - yang membentuk kumpulan yang tertutup dan terbatas - yang dapat memampukan kita mempelajarinya 'secara ilmiah'. Apa yang membuat model Saussure menarik banyak ilmuwan kemudian adalah fakta bahwa karakter bahasa yang tertutup dan terbatas pada tingkatan hukum dan peraturannya, menurut Saussure, memampukan bahasa dipelajari secara ilmiah, dipadukan dengan kemampuan bahasa yang bebas dan luar biasa kreatif didalam tindak ujaran kita didalam dunia nyata. Para ilmuwan percaya bahwa dia telah, pada akhirnya, memberikan sebuah pendekatan yang ilmiah kepada objek penelitian yang paling tidak ilmiah - budaya.
Dalam memisahkan bagian sosial bahasa (langue) dari tindakan komunikasi secara individu (parole), Saussure tidak sepaham dengan gagasan umum mengenai cara kerja bahasa. Intuisi pendapat kita mengatakan bahwa bahasa muncul dari dalam diri kita sendiri - dari pembicara atau penulis individual; bahwa subjek penulis atau pembicaralah yang merupakan pencipta makna. Inilah yang dalam bagian sebelumnya kita sebut model representasi intensional. Tetapi berdasarkan skema Saussure, setiap pernyataan yang dibuat hanya dimungkinkan untuk dimengerti karena sang 'penulis' mematuhi peraturan dan kode-kode umum sistem bahasa seperti halnya pengguna bahasa lainnya - langue - yang memungkinkan mereka berkomunikasi satu sama lain dengan penuh makna. Penulislah yang menentukan apa yang ingin dia katakan. Tetapi dia tidak dapat 'menentukan' ingin menggunakan peraturan bahasa atau tidak, jika dia ingin dimengerti. Kita terlahir kedalam sebuah masyarakat bahasa, kode-kode dan maknanya. Dengan demikian, menurut Saussure, bahasa adalah fenomena sosial. Bahasa tidak dapat menjadi sesuatu yang personal karena kita tidak dapat menentukan peraturan bahasa secara individual. Sumber bahasa terletak pada masyarakat, didalam kebudayaan, di dalam kode-kode kebudayaan yang dimiliki bersama, di dalam sistem bahasa - tidak secara alamiah maupun didalam subjek-subjek individual.
Kita akan menuju bagian III untuk melihat bagaimana pendekatan konstruksionis terhadap representasi, dan secara khusus model linguistik Saussure, diterapkan kepada sekumpulan tindakan dan objek kebudayaan yang lebih luas, dan berkembang menjadi metode semiotika yang mempengaruhi bidang tersebut. Pertama kita harus mempertimbangkan beberapa kritik yang ditujukan terhadap pendapat Saussure.
2.2 Kritik Model Bahasa Saussure
Karya besar Saussure membuat kita terfokus kepada bahasa itu sendiri, sebagai sebuah fakta sosial; pada proses representasi itu sendiri; pada bagaimana bahasa sebenarnya bekerja dan peran yang dimilikinya didalam produksi makna. Dalam melakukan itu, dia mengganggap bahasa lebih dari sekedar medium yang transparan diantara benda dan makna. Sebaliknya, dia menunjukkan bahwa representasi adalah sebuah tindakan. Meskipun demikian, di dalam karyanya, dia cenderung memfokuskan diri hampir sepenuhnya kepada dua aspek tanda - penanda (tanda, red.) dan yang ditandai (konsep, red.). Dia hanya memberikan sedikit perhatian atau tidak sama sekali terhadap bagaimana hubungan diantara penanda/yang ditandai dapat memenuhi kegunaan apa yang sebelumnya kita sebut referens - yaitu, memberikan kita rujukan kepada dunia benda, manusia dan peristiwa diluar bahasa didalam dunia 'nyata'. Para linguis kemudian membuat perbedaan diantara, katakanlah, makna kata BUKU dan penggunaan kata tersebut untuk merujuk buku tertentu yang tergeletak di depan kita diatas sebuah meja. Linguis tersebut, Charles Sanders Pierce, meskipun memiliki pandangan dan pendekatan yang sama dengan Saussure, lebih memerhatikan kepada hubungan antara penanda/yang ditandai dan apa yang dia sebut referens. Apa yang disebut Saussure sebenarnya melibatkan dua proses tersebut, pemaknaan dan perujukan, tetapi dia hanya berfokus pada proses yang pertama. Masalah lainnya adalah bahwa Saussure cenderung memfokuskan diri pada aspek formal bahasa - bagaimana sebenarnya cara kerja bahasa. Kecenderungan ini memiliki kelebihan dengan membuat kita mempelajari representasi sebagai sebuah tindakan yang pantas dipelajari secara mendalam dan terpisah dengan bidang ilmu lainnya. Aspek formal bahasa memaksa kita memandang bahasa sebagai bahasa itu sendiri, dan tidak sekedar sebagai 'jendela dunia' yang kosong dan transparan. Meskipun demikian, fokus Saussure terhadap bahasa mungkin terlalu eksklusif. Perhatian terhadap aspek-aspek formalnya telah mengalihkan perhatian para peneliti dari sifat bahasa yang lebih interaktif dan dialogis - bahasa seperti yang digunakan sehari-hari, seperti fungsinya di dalam situasi nyata, di dalam dialog antara pembicara-pembicara yang berbeda. Jadi, tidaklah mengejutkan apabila menurut Saussure, pertanyaan mengenai kekuatan di dalam bahasa - contohnya, diantara pembicara yang memiliki posisi dan status berbeda - tidak mengemuka.
Seperti yang selalu terjadi, mimpi 'ilmiah' yang terletak dibalik sifat karyanya yang strukturalis, meskipun terbukti untuk menyadarkan kita terhadap aspek-aspek tertentu dalam cara kerja bahasa, terbukti juga memiliki sifat menyesatkan. Bahasa bukanlah sebuah objek yang bisa dipelajari dengan ketepatan hukum ilmiah. Ahli teori kebudayaan belajar dari 'strukturalisme' Saussure namun menolak premis-premis ilmiahnya. Bahasa tetaplah diatur melalui aturan-aturan. Tetapi bahasa bukanlah sistem 'tertutup' yang bisa dibatasi pada elemen-elemen formalnya. Karena bahasa berubah secara terus-menerus, menurut definisi bahasa bersifat terbuka. Makna terus diproduksi melalui bahasa dalam bentuk-bentuk yang takkan pernah diprediksi sebelumnya dan 'pergeseran'nya, seperti yang telah saya jelaskan diatas, tidak dapat dihentikan. Saussure mungkin saja mengadopsi pandangan pertama karena, sebagai pendukung teori strukturalis yang baik, dia berkecenderungan mempelajari keadaan suatu sistem bahasa pada suatu saat, seolah-olah bahasa itu sifatnya tetap dan dia dapat menghentikan aliran perubahan-bahasa. Namun terdapat banyak orang yang paling terpengaruh oleh pemikiran Saussure yang memberontak dari seluruh model representasi reflektif dan intensional, telah mengembangkan karyanya, bukan dengan mengimitasi pendekatan ilmiah dan 'strukturalis'nya, namun dengan menerapkan model bahasanya di dalam cara yang lebih longgar dan lebih terbuka, yang disebut pendekatan 'post-strukturalis'.
2.3 Kesimpulan
Sejauh apakah kita telah mempelajari teori representasi di dalam diskusi kita? Kita memulainya dengan mempertentangkan tiga pendekatan berbeda. Pendekatan reflektif atau mimetik menganggap terdapat hubungan imitasi yang langsung dan transparan diantara kata-kata (penanda) dan benda-benda. Pendekatan intensional membatasi representasi hanya menurut subjek atau penulisnya saja. Pendekatan konstruksionis menganggap terdapat hubungan yang kompleks dan teratur diantara benda-benda di dunia, konsep yang ada di dalam pikiran kita dan bahasa. Kita telah memfokuskan diri pada ketiga teori ini. Korelasi diantara tingkatan ini - material, konseptual dan penandaan - diatur oleh kode-kode linguistik dan kebudayaan kita dan sekumpulan hubungan inilah yang menciptakan makna. Kita lalu ditunjukkan bagaimana model bahasa ini bekerja di dalam sistem representasi dalam proses produksi makna berkat karya-karya Ferdinand de Saussure. Titik kuncinya adalah hubungan yang diberikan oleh kode-kode diantara bentuk-bentuk ekspresi yang digunakan oleh bahasa (entah ujaran, tulisan, gambar, atau model representasi lain) - yang disebut Saussure sebagai penanda - dan konsep mental yang dihubungkan dengannya - yang ditandai. Hubungan diantara dua sistem representasi ini menghasilkan tanda-tanda; dan tanda, yang diorganisasikan ke dalam bahasa, menghasilkan makna, dan dapat digunakan untuk merujuk pada objek, manusia dan peristiwa di dalam dunia 'nyata'.
No comments:
Post a Comment